Jumat, 07 Mei 2010

mencari bank operasional paling oke



Kriteria penentuan Bank Operasional (BO) penyalur anggaran negara kurang jelas. Menyedihkan tapi tidak mengagetkan ketika seorang sahabat yang bidang usahanya menjadi rekanan pemerintah dalam pengerjaan proyek pembangunan berkeluh kesah.

Khususnya kerena masalah pembayaran yang kerap kali tertunda sehingga mengganggu keuangan perusahaan.

Sayangnya tidak banyak yang bisa diperbuat pengusaha karena lambatnya penyerapan dan penyaluran anggaran memang kerap menjadi berita utama di media massa.

Bagi banyak pengusaha, khususnya pengusaha muda didaerah , ditunjuk menjadi rekanan untuk proyek pembangunan memang memiliki keistimemewaan tersendiri. Pertama, nilai proyek yang cukup besar untuk jangka waktu pengerjaan yang cukup lama sehingga sangat membantu menyediakan pasar yang berkesinambungan.

Kedua, Kompetisi dan kualifikasi yang semakin tinggi yang dipersyaratkan pemerintah mendorong pengusaha untuk meningkatkan kualitas jasa dan produk serta layanan dan operasional. Ketiga, kepuasan dan kebangggan batin kerena nilai prestise yang tinggi dengan menjadi rekanan pemerintah .

Sayangnya semua keistimewaan sering kali menjadi perangkap yang menggangu kesinambungan usaha khususnya karena masalah pembayaran atau penyaluran dana pembangunan dimana terlalu banyak faktor yang mempengaruhi diluar kendali pengusaha kontraktor.

Salah satu faktor yang sering menjadi kendala selain dari faktor politis adalah masalah administrasi dan teknologi perbankan rekanan pemerintah yang kurang memadai. Padahal bank yang dipilih sebagai rekanan pemerintah harusnya merupakan perpanjangan tangan negara dalam memenuhi kebutuhan pengusaha kontraktor.

Beberapa alasan yang paling sering diterima pengusaha adalah sistem yang belum online sehingga ada keterlambatan penyaluran dana, kesalahan administrasi, atau staff perbankan yang kurang paham bila terjadi hambatan atau kesalahan.

Saat ini pemerintah telah menerapkan mekanisme Single Treasure Account dimana anggaran belanja pemerintah termasuk belanja pegawai, belanja modal dan belanja rekanan disalurkan oleh Kantor Perbendaharaan dan Pembayaran Negara (KPPN) melalui sistem perbankan nasional dengan menunjuk satu bank operasional (BO) di setiap daerah.

Pengusaha nasional setuju bahwa anggaran belanja yang mencapai 300 Triliun itu sebaiknya disalurkan melalui bank milik pemerintah sehingga membantu likuiditas dan meyehatkan kas0kas bank BUMN. Apalagi Bank BUMN memang terbilang jauh lebih besar dalam hal jangkauan keseluruh Indonesia dibandingkan dengan bank swasta nasional yang sudah banyak dimiliki pihak asing.

Namun, Kultur bank BUMN yang kurang responsif dibandingkan dengan bank swasta nasional juga perlu segera diperbaiki. Ditambah dengan penerapan teknologi yang canggih dan dapat diandalkan, tata kelola dan manajemen resiko yang lebih baik.

Kabar baiknya adalah bank BUMN sudah semakin profesional, tetapi pengusaha berharap reformasi dan transformasi budaya melayani bisa dilakukan lebih masif dan lebih cepat lagi. Kalau bank BUMN tidak bisa memenuhi kebutuhan dan standar pelayanan yang terbaik, tercepat dan konsisten, tidak bisa disalahkan bila pemerintah menunjuk bank swasta nasional.

Kurang Jelas
Saat ini kurang jelas kriteria apa saja yang digunakan pemerintah dalam menentukan pilihan BO penyalur anggaran belanja negara. Namun, Terdengar kabar bahwa salah satu kriteria yang digunakan adalah pricing atau besaran fee terkecil yang ditawarkan perbankan untuk bisa dipilih sebagai BO. Bahkan terdengar pula kabar bahwa bank peserta lelang diharapkan menawarkan fee negatif, artinya bank justru membayar kepada pemerintah sehingga menambah pendapatan negara bukan pajak (PNPB).

Walaupun peraturan mengizinkan kriteria tersebut, hal ini tidak sesuai dengan prinsip dan fungsi dana pembangunan yaitu sebagai penggerak perekonomian melalui efek pengganda (multiflier effect) yang dinikmati dunia usaha dan masyarakat. Jadi bukan sebagai sumber pemasukan perbankan dan bukan pula sumber pemasukan negara.

Sebagai penyalur dana sebesar itu, perbankan tidak etis menerapkan fee pengelolaan apalagi bank milik pemerintah. Perbankan harus memaksimalkan manfaatnnya melalui kemampuan pengelolaan likuiditas melalui berbagai mekanisme lainnya diluar fee based income.

Sebaliknya pemerintah juga tidak etis menerapkan negative fee atau memperoleh pemasukan dari perbankan karena ini melanggar prinsip pelayanan negara terhadap masyarakat melalui proses pembangunan.

Selain itu, penerapan negatif fee tidak sesuai dengan semangat reformasi karena akan membuka ruang bagi praktik yang kurang transparan dan kurang profesional. Dengan kata lain penunjukan penunjukan rekanan bank nasional sebagai BO harus menggunakan prinsip zero fee.

Selain itu ada empat kriteria penting menurut pengusaha yang mungkin bisa dijadikan referensi bagi pemerintah dala memilih bank operasi.

Pertama bank yang ditunjuk sebagai BO harus memiliki jaringan yang luas dihampir setiap pusat pemerintahan dan sentra pembangunan diseluruh indonesia. Kedua BO harus memiliki teknologi yang terbukti dan diakui memadai untuk memastika konsistensi dan menghindari potensi kegagalan teknologi yang akan menghambat proses penyaluran. Ketiga BO harus dikenal memiliki budaya layanan yang bertaraf internasional dan berorintasi kepada kepuasan bukan saja pada kebutuhan, nasabah. Keempat, pemerintah harus memberikan ruang yang cukup bagi bank swasta nasional (Non BUMN) untuk ikut dalam proses lelang sehingga seluruh perbankan nasional berlomba-lomba untuk memenuhi standar yang tinggi. Apabila itu terjadi yang diuntungkan adalah masyarakat luas penikmat jasa perbankan.

Menjadi rekanan pemerintah walaupun istimewa tidak murah dan tidak mudah. Padahal anggaran belanja pembangunan seyogyanya menjadi katalis pertumbuhan dan perkembangan pengusaha muda diseluruh indonesia dalam mempersiapkan diri berkompetisi di pasar internasional atau menghadapi pesaing dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.

Untuk itu momentum pemilihan BO harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh KPPN, perbankan dan pengusaha nasional untuk meningkatkan kualitas, kecepatan dan efektifitas pembangunan nasional.

Tidak tahu bank saional mana yang akan terpilih . yang pasti dengan proses yang benar dan berkualitas siapapun pemenang lelang , Indonesia akan memiliki BO hyang berkualitasa sebagai agen pembangunan.